-ini juga paper yang saya buat untuk ujian tengah semester 'Hubungan antar Etnik', mudah"an (juga) menarik untuk dibaca, dan jangan tanya kenapa dalam 1 mata kuliah ada 2 tugas x(
Dalam konsep nasionalisme yang dirumuskan oleh Gellner, United Kingdom (UK) merupakan salah satu contoh dari konsep official nationalism atau state nationalism, di mana nasionalisme terbentuk dikarenakan oleh keberadaan negara. Budaya nasional dipergunakan sebagai alat pemersatu, di mana dalam hal ini adalah British Culture.
Secara historis, keempat negara yang tergabung dalam United Kingdom tersebut dahulu kala merupakan tiga kerajaan yang berbeda, yaitu The Kingdom of England (yang di dalamnya terdapat Wales) dan The Kingdom of Scotland yang membentuk ‘The Kingdom of Great Britain’, di mana akhirnya seabad kemudian bergabung pula The Kingdom of Ireland di dalamnya.
The Kingdom of Great Britain atau Britania Raya yang sekarang lebih dikenal sebagai United Kingdom (UK) ini merupakan suatu negara kesatuan dengan bentuk Monarki Konstutisional, di mana juga memiliki 15 negara persemakmuran (commonwealth), dengan Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan bersama parlemennya yang disebut House of Commons dan House of Lords, dengan pusat pemerintahan di Istana Westminster (London, Inggris).
Dengan adanya faktor-faktor tersebut, United Kingdom menjadi sebuah negara dengan diversitas yang cukup tinggi, di mana seperti dijabarkan James Kellas, yaitu bahwa suatu bentuk nasionalisme (dalam hal ini, official/state nationalism) dapat memberikan dampak-dampak tertentu bagi sektor politik, ekonomi, maupun budaya.
Dalam ranah politik, Kellas menyebutkan bahwa faktor yang secara dominan berperan di dalamnya adalah power (kekuasaan) yang bentuknya adalah otoritas, di mana menyebabkan adanya suatu bentuk kompetisi. Secara keseluruhan, kekuasaan menjadi hal yang berusaha didapatkan oleh tiap-tiap kelompok supaya kelompok tersebut dapat menjadi kelompok dominan. Dari situlah tercipta suatu kompetisi dari tiap-tiap kelompok etnik untuk saling mendominasi satu sama lain. Dalam keadaan seperti itu, politik diharapkan dapat menjadi alat dalam bentuk kebijakan untuk mengintegrasi perbedaan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di United Kingdom sendiri, bentuk pemerintahannya adalah parlementer yang berpusat di Westminster Palace (London, Inggris). Namun yang patut diperhatikan adalah, bahwa baik Irlandia Utara, Skotlandia, maupu Wales memiliki pemerintahan eksekutif sendiri, berbeda dengan Inggris yang seluruhnya terpusat pada British Parliament. Dari seluruh parlemen non-british yang ada, parlemen Skotlandialah yang memiliki kekuatan paling besar, bentuk kompetisi terjadi ketika mereka berhasil merumuskan pro-independence SNP yang membentuk suatu pemerintahan minoritas dengan Alex Salmond yang menjadi perdana menteri Skotlandia pertama pada tahun 2007. Hingga kini, masih terdapat adanya power-bargaining antara parlemen Skotlandia dengan British Parliament sendiri.
Dalam perihal ekonomi, Kellas menyebutkan adanya hubungan yang tercipta melalui kepentingan material tiap-tiap individu, kongsi dagang, kelas-kelas tertentu, dan lain-lain. Bahwa hubungan yang terbentuk antara nasionalisme dengan tahapan perkembangan ekonomi akan memicu munculnya suatu bentukan negara industri modern atau negara kapitalis, di mana konflik dapat terjadi apabila negara memberikan kekuasaan dalam bidang ekonomi kepada salah satu kelompok etnik tertentu ataupun kelompok etnik tertentu. Namun sebaliknya, yang terjadi di United Kingdom tidaklah demikian. United Kingdom membagi daerah-daerah berdasarkan komoditinya, di mana berpusat di kota London yang juga merupakan salah pusat finansial terbesar di dunia selain Tokyo dan New York. Negara ikut mengatur jalannya perekonomian dengan adanya Chancellor of Exchenquer dan bank negara, yakni The Bank of England.
Kellas juga menyebutkan bahwa tanpa adannya kultur nasional, nasionalisme tidak akan terbentuk, di mana kultur memiliki porsi tersendiri dalam pembentukan nasionalisme itu sendiri. Sebuah kultur bisa berupa kosmopolitan, tetapi banyak atributnya adalah nasional. Tanpa adannya kultur nasional maka tidak akan ada nasionalisme, maka bisa di katakan bahwa nasionalisme akan terbentuk dengan berdasarkan motif politik, ekonomi dan kultur, dan maka dari itu, kultur memiliki takaran yang khusus di dalam pembentukan nation. Seperti yang terjadi di United Kingdom, kultur yang terbentuk merupakan hasil dari faktor sejarah, geografis, kepemerintahan monarki (kerajaan Inggris), hasil masa imperialisme, serta kesatuan politik keempat nation.
Pada masa ini, pencarian identitas menyebabkan meningkatnya nasionalisme etnik dan sosial, kemudian juga terjadi ambiguitas karena seiring itu juga terjadi peningkatan terhadap official nationalism dan kosmopolitanisme. Hal ini di jjelaskan gellner sebagai pengaruh dari negara industri di dalam hubungannya dengan pembentukan nasionalisme. Negara mendominasi ekonomi lokal dan regional, juga identitias dari negara, kultur dari negara dan nasionalisme offisial akan mendominasi identitas etnis dan sosial, budaya, dan nasionalismenya. Kemudian ethnonasionalisme dan sosial muncul sebagai oposisi terhadap nasionalisme negara ataupun kosmopolitanisme dan menggambarkan organisasi kultural yang melindungi bahasa, seni, studi historis, dan lai-lain sebagai kultur dari etnik tertentu ataupun social nation.
Hal yang terjadi di United Kingdom dapat dikatakan kurang lebih sama dengan yang terjadi di Indonesia. Indonesia, secara historis memiliki sejarah yang panjang dimulai dari jaman kerajaan, penjajahan, hingga kemerdakaan, di mana pada akhirnya membentuk suatu kesatuan sosial-politik seperti sekarang. Indonesia yang bahkan memiliki diversitas yang lebih besar dari United Kingdom juga selalu mengalami instabilitas dalam ketiga ranah (politik, ekonomi, kultur) tersebut. Dalam ranah politik, mulai dari struktur pemerintahan yang sentralisasi maupun desentralisasi. Dalam ranah ekonomi, krisis ekonomi, ketimpangan ekonomi di daerah yang satu dengan yang lain, antara kelompok etnik yang satu dengan yang lain. Sedangkan dalam ranah kultur, Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya masih cenderung untuk ‘Jawa-sentris’, baik dalam hal kultur itu sendiri, maupun dalam memasuki ranah sosial-politik.
Adanya diversitas dalam suatu negara memang dapat mengancam stabilitas dari negara itu sendiri. Diversitas membawa pemaknaan serta pemahaman yang berbeda dalam setiap komponen yang berbeda, di mana dalam hal ini diperlukan yang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X disebut sebagai ‘Revitalisasi Nasionalisme’. Revitalisasi Nasionalisme sendiri menunjuk pada dua hal pokok, yakni: (1) adanya musuh bersama, yang pada jaman modern ini berupa KKN, kebodohan, serta kemiskinan, dan (2) tujuan bersama, yakni kemakmuran negara secara luas. Kedua hal tersebut sebaiknya dapat dikonstruksikan melalui negara, yang dalam hal ini memiliki fungsi sebagai sarana integrasi.
No comments:
Post a Comment