Saturday, July 5, 2008

ANTARA SASTRAWAN, PEMIKIR, TEMPE MENDOAN, DAN TEMPE GORENG

it's 3 am in the morning..
blm tdr jg, pdhl kurang lebih 4 jam lg gw udah hrs ada di kampus buat kls mpk bhs.inggris.

pgn tdr tp blm gosok gigi.. pgn gosok gigi tp males ke kamar mandi.. (maunya apa??), hehehe..

nah, tiba" dapetlah inspirasi buat nulis..

nah lagi, mau tau apa yg gw pikirin ketika jam menunjukkan pk 3.20 pagi??



ANTARA SASTRAWAN, PEMIKIR, TEMPE MENDOAN, DAN TEMPE GORENG
"sebenernya sih, judul yg gw pilih aga salah, mengingat ini subuh", dan perut gw lg rewel"nya minta cemilan..
dan sbg pencinta makanan indonesia, tempe mendoan dan tempe goreng adlh salah satu cemilan paling yahud.." -CR


anyway, yang menginspirasikan gw kali ini adalah (lagi") a good friend of mine (yes, it's her again!), dan tepatnya kali ini adalah obrolan kita entah di hari apa, yg jelas dilakukan di mobil, daerah lenteng agung, pagi" sebelum nyampe kampus..

pada saat itu kita lagi ngomongin ttg sapardi djoko damono dan puisinya yang judulnya "BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI"..


"waktu aku berjalan ke barat waktu pagi matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan."

(Mata Pisau, Balai Pustaka, 1971)


temen gw yg kebetulan amazed bgt sama puisi ini dengan wajah sumringahnya bilang ke gw,
"gw heran deh, kok ada aja ya orang yang ketika ngeliat bayangannya sendiri aja bisa mikir kayak gitu.."
(pertanyaan temen gw ini secara ga langsung mengindikasikan kekaguman temen gw pada daya kritisasi sapardi.)
terus, sambil mikir" lg, gw jawab,
"wajar kok, karena manusia itu emang punya tendensi buat mikir. gw pribadi juga sering mempertanyakan segala sesuatu yg ga penting.."
"emang iya ya chik?"
"iya, dan sebenarnya kelebihan dari sapardi itu bukan daya pikirnya, tapi tata bahasanya, dan itulah kenapa ia disebut sebagai 'sastrawan', karena ia punya kelebihan dalam hal tata bahasa."

(pada akhirnya, obrolan ini berlanjut ke arah "potensi" dan "tata bahasa" serta bagaimana cara mendapatkan kelebihan tsb.)

-------------------------------------


that conversation made me come out with an interesting analogy..

yaitu sebuah bodoh yang pernah gw tanyakan ke nyokap gw.. "apa bedanya tempe mendoan dengan tempe goreng biasa?". jawaban yang gw dapet dari nyokap gw adalah "tempe mendoan itu digorengnya pake tepung, kalo tempe goreng ya tempe goreng aja, ga pake tepung.."

dan hal ini, entah kenapa sesuai dengan konsep "sastrawan" dan "pemikir".

sastrawan adalah "tukang tempe mendoan" dan pemikir adalah "tukang tempe goreng".

jadi, pada dasarnya semua pemikiran manusia itu adalah sebuah tempe (tempe tok, yang belom dimodif apa"), dan hasil dari pemikiran mereka adalah tempe mendoan dan tempe goreng itu sendiri..

gw menganalogikan karya sastra sebagai sebuah tempe mendoan karena ia simply dibungkus oleh tepung, di mana yang dimaksud dengan tepung dalam hal ini adalah "tata bahasa".

tepung yang diolah sedemikian rupa sesuai dengan style pembuatnya ini adalah "bumbu", dan si tepung inilah yang membuat rasa tempe yang plain menjadi lebih enak, dan lebih "universal".

kenapa gw bilang "universal"?? pada realitanya, orang cenderung milih mendoan drpd tempe goreng biasa.. dan tempe mendoan itu lebih bisa masuk ke segala suasana. (lo bisa nikmatin tempe mendoan kapanpun -kalo ada-, dan di manapun).

rahasia dari kenikmatan tempe mendoan, selain karena "bumbu" tepung ialah perbandingan dari tempe dan tepung.

para pembuat tempe mendoan punya citarasa sendiri. ada yang membuat mendoan dengan tepung yang tebel, ada yang tempenya yang tebel, ada juga yang sama-sama tebel. penikmatnya pun berbeda-beda.

tetapi, patut diingat bahwa modifikasi tempe mendoan itu pada akhirnya memang terbatas batas pada bumbu yang diolah menjadi adonan tepung serta perbandingan tsb.

sebenarnya bisa saja si pembuat mendoan bereksperimen dengan bentuk, nyeleneh dan menciptakan mendoan yang bentuknya lain dari yang lain (pernah liat mendoan yang bentuknya segitiga?), tapi hal itu jaraaannnggg bgt.. cuma berlaku buat sastrawan" macem sutardji kal sumbachri yang bagi kalangan penikmat puisi "klasik", puisinya tidak seperti "puisi".

dan fenomenanya, para pembuat mendoan pun pada akhirnya akan stick pada citarasa yang sama, di mana citarasa tersebut adalah ciri khas yang menjadi daya tarik si tukang mendoan.

lain halnya dengan si tempe goreng..

tempe goreng biasa emang dirasa lebih plain, dan penikmatnya pun lebih sedikit. namun, menu inilah yang membutuhkan tempe dengan kualitas yang sesungguhnya, karena pada akhirnya, kenikmatan tempe goreng itu ditentukan dari kualitas dari si tempe itu sendiri.

modifikasi yang dapat dilakukan pun lebih luas. bisa melalui bentuk, tebal-tipisnya tempe, permukaan tempe, dan bumbu.

kita pun mengenal tempe goreng, tempe sawah, tempe bacem, sambel goreng tempe, sampai kerupuk goreng tempe pun ada.

kebayang kan betapa beragamnya tempe goreng itu??

para tukang tempe berlomba-lomba menciptakan tempe goreng yang paling orisinil sesuai dengan citarasa masing-masing. tapi tetap memiliki basis "tempe goreng".

pembuat tempe goreng bebas berkreasi sesuai interpretasi mereka yang valid terhadap tempe. pembuat tempe paling iseng pun bisa aja membuat tempe goreng paling aneh (misal : "tempe goreng isi blue cheese dengan dressing wine vinegar"), selama menu tersebut memiliki sekelompok peminat yang sama" sepakat bahwa menu tersebut relevan dengan selera mereka.

intinya, selama ia adalah tempe dan ia digoreng, ia adalah "tempe goreng", suka atau tidak suka.. minat atau tidak minat..

tidak ada bentuk tempe goreng yang "sempurna" dan kita tidak bisa mengatakan bahwa suatu hasil modifikasi tersebut salah atau benar, karena semua orang memiliki hak untuk membuat dan menikmati tempe goreng sesuai dengan citarasa serta seleranya masing-masing.



-jadi, enakan enakan tempe mendoan atau tempe goreng nih??
well, gw pribadi sih penikmat keduanya yah.. dan selayaknya orang jawa (yes, I AM JAVANESE!) ,

"kecap, please!"



(Chikita Rosemarie, April-21-2008)

No comments: