ini lanjutan dr 'corat-coret' gw sblmnya yg judulnya 'my new notion about beauty'..
i've discussed the issue with a good friend of mine, yg kbetulan ga sependapat sama gw..
dia lebih sependapat dengan statement "everything looks beautiful when we don't see it clearly..", di mana statement tersebut bertentangan dengan konklusi gw mengenai klasifikasi keindahan itu sendiri, yg di mana juga menekankan bahwa keindahan yg tampak ketika kita sudah mengenal 'obyek' atau authentic beauty lebih "nyata" daripada fake beauty. (pada intinya, gw pro terhadap apa yang ge sebut dlm klasifikasi gw sbg authentic beauty).
nah, dalam diskusi tsb, tmen gw ini mengeluarkan statement yg ga kalah menarik :
"memang authentic beauty itu adalah suatu bentuk keindahan yg sesungguhnya, namun pada realitanya, orang justru berpaling ketika menemukan authentic beauty.." (kira" seperti ini yg dia katakan :) )
statement tersebut benar-benar menggugah gw untuk melakukan pemikiran lebih lanjut mengenai isu ini.. and i came up with another analogy : STARS
STARS = BINTANG-jamak, (yep, bintang! yg di langit itu lhoo.. -hehehe)
most people think that stars are beautiful, and they even use them as symbols of romance.. tapi, pernahkah tepikir kenapa hal tersebut bisa terjadi? kenapa bintang bisa dianggap indah? bahkan bintang (bagi sebagian besar orang) dianggap lebih indah dari benda-benda angkasa general yang lain.. padahal, apabila kita lihat dari dekat, bintang akan tempak seperti a huge piece of rock.
kalau menurut dictionary thesaurus macbook definisi dari star adalah a fixed luminous point in the night sky that is a large, remote incandescent body like the sun. secara simpel, bintang (star) dapat didefinisikan sebagai benda angkasa yang bersinar dan terlihat di malam hari.
jadi ada 2 inti dari fakta mengenai bintang :
1. bahwa bintang memiliki kemampuan untuk mengeluarkan CAHAYA
2. bahwa bintang terletak di ANGKASA (in other words : JAUH!)
nah, jadi apabila kedua fakta tersebut ingin dimasukkan dalam klasifikasi keindahan, akan timbul suatu pertanyaan awal : "MENGAPA BINTANG TERLIHAT INDAH?"
dan untuk menjawab pertanyaan tersebut, terdapat 2 opsi jawaban :
1. KARENA BINTANG BERSINAR/BERCAHAYA
2. KARENA KITA MELIHATNYA DARI JAUH/TIDAK JELAS
nah, yg memilih opsi 1 adalah penganut authentic beauty, dan sebaliknya yg memilih opsi 2 adalah penganut fake beauty.
yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah orang-orang yang menganut authentic beauty benar-benar menganggap ke'otentikan' sang obyek sebagai suatu hal yang 'indah', atau sebaliknya justru menjadi skeptis karenanya?
misalnya, apakah orang yang mengetahui fakta bahwa bintang itu bersinar dapat berpendapat bahwa bintang dianggap indah karena kapabilitasnya untuk mengeluarkan cahaya atau justru menjadi skeptis dan menganggap bahwa fakta yang ia ketahui membuat keindahan tersebut menjadi relatif atau bahkan hilang sama sekali karena fakta tersebut simply tidak indah?
singkatnya, hal-hal yang berbau empiris melenyapkan keindahan utopis yang didamba manusia..
sehubungan dengan hal ini, gw jd inget sama konsep dimensi MITOLOGIS dan HISTORIS..
dimensi mitologis pada dasarnya adalah bentuk ideal yang diharapkan seseorang dari sesuatu yang ia lihat, dan dimensi historis adalah bentuk nyata dari sesuatu yang dilihat seseorang..
jadi dapat dikatakan, apabila kita menikmati fake beauty kita menikmati sesuatu yang sifatnya mitologis, dan ketika kita menikmati authentic beauty kita menikmati sesuatu yang sifatnya historis..
dan, benar adanya, bahwa kapabilitas nalar manusia lebih dapat menangkap sesuatu yang sifatnya mitologis. dan di lain pihak, batas nalar manusia mengisyaratkan keberadaan sesuatu yang sifatnya historis. (pada intinya, sesuatu yang sifatnya mitologis itu dapat lebih mudah ditangkap oleh nalar manusia).
kenapa begitu??
jawabannya simpel, karena lebih mudah berpikir secara IRASIONAL daripada RASIONAL..
ketika seseorang berpikir secara rasional demi menangkap authentic beauty yang sifatnya historis, ia akan menemukan fakta, di mana fakta tersebut seringkali membawanya pada perihal lebih lanjut, yakni : KEWAJIBAN.
contoh nyatanya adalah ketika kita mulai mengenal orang yang kita suka. ketika kita mulai mengenalnya, kita akan menemukan fakta-fakta yang tidak sesuai dengan sosok ideal orang tersebut (yang kita bayangkan sebelum kita mengenalnya), di mana kita pada akhirnya mendapati diri kita untuk memikul suatu kewajiban untuk MENERIMA orang tersebut beserta fakta-fakta tertentu pada dirinya.
dari contoh di atas, gw mengambil kesimpulan bahwa :
"authentic beauty hanya dapat ditangkap ketika seseorang memiliki kapabilitas yang cukup untuk menyadari, menerima, dan menjalankan kewajiban sebagai konsekuensi dari hal-hal empiris yang menjadi basis dari keindahan tersebut."
-singkatnya, sebenarnya manusia secara tidak sadar mencari keindahan yang otentik, namun pada realitanya fake ataupun authentic, pada akhirnya keduanya hanya merupakan suatu bentuk pilihan, di mana ketika kita memaksakan pilihan yang tidak sesuai dengan kapabilitas kita sendiri, konsekuensi yang akan kita terima akan lebih besar dari yang seharusnya.
"No one lights a lamp in order to hide it behind the door: the purpose of light is to create more light, to open people's eyes, to reveal the marvels around." (Paulo Coelho, The Witch of Portobello, 2008).
(Chikita Rosemarie, April-16-2008)
No comments:
Post a Comment